Desentralisasi Ekonomi Pasca Pandemik Covid

Selamat datang di blog sok mikir 1:
Ide desentralisasi ekonomi.

Sebagai orang yg biasa saja, dan tidak berpengaruh banyak, paling enak memang berkhayal.. jadi postingan blog ini ya khayalan siang bolong saya yang bukan siapa-siapa, kalau menginspirasi ya bagus, kalau terlalu muluk, ya namanya juga khayalan, ngarep apa sih? Jadi mari saya paparkan khayalan saya tentang ekonomi di masa depan...

APA YANG DIBUTUHKAN MASYARAKAT?

Semua akan balik lagi kepada kebutuhan. Jadi, pertanyaannya sekarang adalah, apa yang dibutuhkan masyarakat? Misalnya, apakah setelah kejadian ini, masyarakat butuh untuk wisata? sebagian besar iya, tapi hal tersebut mungkin tidak mendesak, mengingat keadaan disebut-sebut tidak kembali normal 100%, banyak orang akan ragu untuk kembali berwisata. Jawaban sederhananya cukup jelas. Masyarakat butuh makan. Akar dari permasalahan sosial mungkin bisa dibilang dimulai dari kelaparan. Mungkin teman-teman pernah dengar daerah "beling", istilah tersebut biasa dipakai untuk daerah yang rawan dengan permasalahan sosial, dan biasanya dengan karakteristik padat penduduk, "slump area". 

Keadaan saat ini memicu peningkatan permasalahan sosial tersebut, dengan taksiran dari kementrian keuangan mengenai dampak pandemik covid yang akan meningkatkan angka pengangguran, semakin kacau dengan penurunan pendapatan pekerja di berbagai sektor yang terdampak langsung. Aksi-aksi yang harus dicegah adalah dampak kriminalitas yang mungkin menjadi pilihan terakhir yang terpaksa diambil sebagian orang akibat kelaparan.

Jadi bagaimana solusinya? Sebelum masuk ke solusi, mari lihat referensi dari berbagai sumber. Yang pertama, terdapat referensi dari German, dimana terjadi permasalahan ekonomi akibat peningkatan jumlah kasus pada daerah slaughter house/ rumah jagal.


Dengan adanya outbreak di pusat slaughter house, maka tentu saja mengganggu persedian daging di negara tersebut. Sebelumnya sempat terjadi di Indonesia juga, dimana barang yang terpengaruh adalah rokok. Lumayan bikin heboh ya, meskipun itu bukan kebutuhan pokok. Namun bayangkan jika hal itu terjadi di pusat industri makanan kita, tentu akan sangat mengganggu produksi pangan kita. berikut ini kutipan dari finance.detik.com/


Saat ini, banyak kasus berada di kota-kota besar dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Namun, jika apa yang terjadi di German berlangsung di Indonesia, produksi beras mungkin berkurang 12.5% jika satu saja daerah terdampak langsung. Dapat disimpulkan, diperlukan desentralisasi untuk kebutuhan pokok masyarakat untuk mengurangi ketergantungan yang tinggi suatu daerah terhadap daerah yang lain.

Yang kedua, terdapat keunggulan dimana setiap lokasi di Indonesia bisa digunakan untuk bercocok tanam maupun memelihara ternak. Dengan cuaca dan suhu yang stabil, setiap daerah maupun penduduk bisa mengembangkan kebun dan makanannya sendiri. Namun, memang tidak semua orang memiliki lahan yang cukup untuk melakukannya di rumah masing-masing. Di banyak tempat di perkotaan, bahkan tidak semua rumah memiliki tempat yang cukup untuk membuat toilet, sehingga terdapat toilet umum yang digunakan untuk beberapa keluarga. Karena itu, berternak maupun berkebun skala kecil mungkin dapat dilakukan pada tingkat RT/RW yang menggunakan fasilitas bersama.

Kita tentu berharap kalau ini cuma sekedar omong kosong, namun begitu, sudah seharusnya pemerintah maupun masyarakat mempersiapkan diri untuk melawan tantangan apapun yang ada di depan kita. Hal ini pun tertera pada imbauan pak presiden, terlebih dengan adanya musim kemarau yang akan datang seperti yang dikutip dari detikfinance


Solusi implementatif 

Jadi, solusi untuk ancaman yang mungkin terjadi pasca pandemik covid ini adalah dengan cara "kembali ke Basic", yaitu dengan mengembangkan perkebunan dan peternakan pada tingkat RT/RW sebagai lumbung makanan. Bagaimana caranya?

Semenjak pandemik, sudah banyak lingkungan yang berinisiatif membentuk lumbung makanan untuk warganya yang sangat kekurangan. Namun begitu, menyimpan makanan tanpa produksi tentu merupakan solusi sementara yang akan habis jika tidak ada tindak lanjutnya. Sebaliknya, bayangkan saja jika setiap lumbung pangan RT/RW memelihara lele, ayam, burung, dan menanam sayur ataupun buah. Maka ketika masyarakatnya tidak memerlukan bantuan pangan, jumlah makanan yang tersedia akan terus meningkat, sedangkan ketika dibutuhkan, jumlah makanan akan tersedia cukup. Selain itu, lumbung makanan hidup tingkat wilayah ini juga solutif sebagai desentralisasi produksi pangan. Kenapa hanya fokus pada pangan? Sesuai dengan yang saya jabarkan dibawah, pada siklus bisnis, keadaan resesi akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan industri dasar dan konsumsi barang pokok. Karena resesi ini terjadi secara global, kebutuhan pangan juga meningkat dan kalau kita bisa bergerak cepat, kita bisa menjadi supplier dari pangan global..

Skemanya kurang lebih adalah sebagai berikut:

Misal setiap RW memiliki lumbung pangan, maka jumlah ketersediaan dapat dilaporkan secara berkala kepada masyarakat melalui grup online apapun. Selain itu, ini akan menarik karena tidak semua wilayah bisa memiliki hasil pangan yang sama. Misalnya, wilayah dengan penduduk mayoritas menengah keatas tentu cenderung memiliki persediaan lumbung pangan yang diawetkan, misalkan beras atau makanan kaleng, ataupun sayuran yang tidak memerlukan perawatan rutin, karena memang merasa tidak perlu dan kalaupun menyumbang, tujuannya adalah untuk membantu yang kekurangan. Di sisi lain, daerah padat penduduk mungkin cenderung lebih suka memelihara hewan karena mengurusnya pun bisa bergantian, dan hasilnya bisa dibagikan terus. Nah, ketika kondisi memaksa, maka bantuan dari wilayah yang berlebih akan lebih mudah disalurkan dan penggunaannya menjadi transparan karena sistemnya pun sudah terbentuk. Tidak perlu datang ke rumah satu persatu, juga tidak perlu curiga disalah gunakan karena sistemnya sudah terbentuk sebelum keadaan memaksa. Jika dalam perjalanannya terjadi kekacauan, misalnya penduduk merasa ternak yang dilaporkan selalu gagal, maka dapat melaporkan pada pengawas di tingkat yang lebih tingi dari RT atau RW.

Apakah desentralisasi ini solutif? Semoga saja, karena mulai banyak negara yang berusaha memindahkan pabriknya dari China meskipun biaya produksi disana paling murah, karena dengan kejadian pandemik ini, terjadi kelangkaan pada barang-barang dan kebutuhan yang biasa bertumpu pada negara China, yang dirasakan di Indonesia adalah kenaikan harga bawang putih beberapa waktu yang lalu.



Disclaimer: postingan ini merupakan ide dan tidak bertujuan untuk menyinggung pihak manapun, menghina pihak manapun, dan tidak menuntun/menyuruh siapapun melakukan apapun. Semua tindakan yang dilakukan oleh pembaca merupakan tanggung jawab masing-masing

Comments

Popular posts from this blog

Count Your Blessings: Rainy Season is Coming, Things are Getting Better

Invasion Profile: Transition Zone

Petroleum Production System